This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 25 November 2022

Meninggalkan Perkara Syubhat

 Meninggalkan Perkara Syubhat

Yang dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah halal atau haram. Jika kita menemukan perkara semacam ini, maka lebih utama untuk ditinggalkan. Semacam seseorang mendapati perselisihan ulama, apakah mengambil foto diri itu dibolehkan atau tidak dalam keadaan non-darurat. Jika dalam masalah ini, kita tidak bisa menguatkan salah satu pendapat karena kuatnya dalil yang dibawakan dari pihak yang melarang dan pihak yang membolehkan, maka sikap wara’ dan hati-hati adalah tidak mengambil foto diri kecuali dalam keadaan darurat. Namun bagi yang sudah jelas baginya hukum setelah menimbang dalil, maka tidak masalah ia mengambil pendapat yang ia yakini. Pembahasan kali ini masih ada sangkut pautnya dengan pembahasan kita kemarin mengenai sikap wara’.““

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no.1599)


Ada Tiga Pembagian Hukum

Ada pelajaran penting yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah. Beliau mengatakan, “Hukum itu dibagi menjadi tiga macam dan pembagian seperti ini benar. Karena sesuatu bisa jadi ada dalil tegas yang menunjukkan adanya perintah dan ancaman keras jika ditinggalkan. Ada juga sesuatu yang terdapat dalil untuk meninggalkan dan terdapat ancaman jika dilakukan. Ada juga sesuatu yang tidak ada dalil tegas apakah halal atau haram. Yang pertama adalah perkara halal yang telah jelas dalilnya. Yang kedua adalah perkara haram yang telah jelas dalilnya. Makna dari bagian hadits “halal itu jelas”, yang dimaksud adalah tidak butuh banyak penjelasan dan setiap orang sudah memahaminya. Yang ketiga adalah perkara syubhat yang tidak diketahui apakah halal atau haram.” (Fathul Bari, 4: 291).

Jadi intinya, ada tiga hukum yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu (1) halal, (2) haram, dan (3) syubhat.

Sedangkan masalah (problema) dibagi menjadi empat macam:

1-      Yang memiliki dalil bolehnya, maka boleh diamalkan dalil bolehnya.

2-      Yang memiliki dalil pengharaman, maka dijauhi demi mengamalkan dalil larangan.

3-      Yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus. Maka inilah masalah mutasyabih (yang masih samar). Menurut mayoritas ulama, yang dimenangkan adalah pengharamannya.

4-      Yang tidak terdapat dalil boleh, juga tidak terdapat dalil larangan, maka ini kembali ke kaedah hukum asal. Hukum asal ibadah adalah haram. Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh.

Demikian pembagian dari Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawiyah Al Mukhtashor, hal. 64.

Perkara Syubhat, Ada yang Tahu dan Ada yang Tidak Tahu

Yang dimaksud di sini adalah perkara tersebut masih samar (syubhat) menurut sebagian orang karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ‘kebanyakan orang tidak mengetahui perkara tersebut’.  Perkaran syubhat ini sering ditemukan oleh para ulama dalam bab jual beli karena perkara tersebut dalam jual beli amatlah banyak. Perkara ini juga ada sangkut pautnya dengan nikah, buruan, penyembelihan, makanan, minuman dan selain itu. Sebagian ulama sampai-sampai melarang penggunaan kata halal dan haram secara mutlak kecuali pada perkara yang benar-benar ada dalil tegas yang tidak butuh penafsiran lagi. Jika dikatakan kebanyakan orang tidak mengetahuinya, maka ini menunjukkan bahwa sebagian dari mereka ada yang tahu. Demikian kami ringkaskan dari perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 4: 291.

Guru kami, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau- mengatakan, “Perkara yang syubhat (samar) itu muncul pasti ada beberapa sebab, bisa jadi karena kebodohan, atau tidak adanya penelusuran lebih jauh mengenai dalil syar’i, begitu pula bisa jadi karena tidak mau merujuk pada perkataan ulama yang kokoh ilmunya.” (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, hal. 63).

Orang Awam dalam Menghadapi Perselisihan Ulama

Menjauhi syubhat bisa jadi dalam masalah yang terdapat perselisihan ulama.

Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menjelaskan, “Kesamaran (perkara syubhat) bisa saja terjadi pada perselisihan ulama. Hal ini ditinjau dari keadaan orang awam. Namun kaedah syar’iyah yang wajib bagi orang awam untuk mengamalkannya ketika menghadapi perselisihan para ulama setelah ia meneliti dan mengkaji adalah ia kuatkan pendapat-pendapat yang ada sesuai dengan ilmu dan kewara’an,  juga ia bisa memilih pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Karena pendapat kebanyakan ulama itu lebih dekat karena seperti syari’at. Dan perkataan orang yang lebih berilmu itu lebih dekat pada kebenaran karena bisa dinilai sebagai syari’at. Begitu pula perkataan ulama yang lebih wara’ (mempunyai sikap kehati-hatian), itu lebih baik diikuti karena serupa dengan syari’at.“ Lihat penjelasan beliau dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 65.

Kata guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau, ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan, “Jika terdapat suatu masalah yang terdapat perselisihan ulama. Sebagian menfatwakan boleh, sebagian lagi mengharamkannya. Kedua fatwa tersebut sama-sama membawakan dalil, maka perkara ini dianggap sebagai syubhat karena tidak diketahui sisi halal dan haramnya. Perkara tersebut ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian dan wara’ sampai jelas akan hukum masalah tersebut. Jika akhirnya diketahui perkara tersebut adalah haram, maka ia segera tinggalkan. Jika diketahui halal, maka ia silakan ambil (manfaatkan). Adapun perkara yang tidak jelas, masih syubhat, maka sikap hati-hati dan wara’ adalah meninggalkannya.” (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 105).

Intinya, kalau orang awam tidak bisa menguatkan pendapat ketika menghadapi perselisihan ulama, maka hendaknya ia tinggalkan perkara yang masih samar tersebut. Jika ia sudah yakin setelah menimbang-nimbang dan melihat dalil, maka ia pilih pendapat yang ia yakini.

Dua Faedah Besar Karena Meninggalkan Syubhat

Dalam hadits yang kita kaji di atas, ada dua faedah besar jika seseorang meninggalkan perkara syubhat, yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” Ini menunjukkan ada dua faedah besar di sini yaitu meninggalkan perkara syubhat dapat mensucikan (menjaga) agama kita, dan juga menjaga kehormatan kita. Dari dua faedah ini Syaikhuna, Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan, “Dari sini menunjukkan bahwa janganlah kita tergesa-gesa sampai jelas suatu perkara.” Lihat Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 106.

Syubhat Bisa Menjerumuskan dalam Keharaman

Dalam hadits di atas disebutkan, “Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang bermudah-mudahan dan seenaknya saja memilih yang ia suka padahal perkara tersebut masih samar hukumnya, maka ia bisa jadi terjerumus dalam keharaman.

Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan bahwa orang yang terjerumus dalam syubhat bisa terjatuh pada yang haram dilihat dari dua sisi: (1) barangsiapa yang tidak bertakwa pada Allah lalu ia mudah-mudahan memilih suatu yang masih syubhat (samar), itu bisa mengantarkannya pada yang haram, (2) kebanyakan orang yang terjatuh dalam syubhat, gelaplah hatinya karena hilang dari dirinya cahaya ilmu dan cahaya sifat wara’, jadinya ia terjatuh dalam keharaman  dalam keadaan ia tidak tahu. Bisa jadi ia berdosa karena sikapnya yang selalu meremehkan. Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, penjelasan Ibnu Daqiq Al ‘Ied, hal. 49.

Namun catatan yang perlu diperhatikan, sebagian orang mengatakan bahwa selama masih ada khilaf (perselisihan ulama), maka engkau boleh memilih pendapat mana saja yang engkau suka. Kami katakan, “Tidak demikian”. Khilaf ulama tidak menjadikan kita seenaknya saja memilih pendapat yang kita suka. Namun hendaknya kita pilih mana yang halal atau haram yang kita yakini. Karena jika sikap kita semacam tadi, dapat membuat kita terjatuh dalam keharaman. Lihat penjelasan yang amat baik dari Syaikh Sholih Al Fauzan dalam Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 107.

Jauhi Perkara Syubhat

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Jika perkaranya syubhat (samar), maka sepatutnya ditinggalkan. Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram, maka ia berarti telah berlepas diri. Jika ternyata halal, maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu. Karena asalnya, perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya.” (Fathul Bari, 4: 291)

Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan, “Sebagaimana pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya, maka demikian pula manusia. Ia tidak mampu mengendalikan dirinya dari terjerumus pada keharaman jika hal itu masih syubhat (hukumnya samar). Permisalan yang Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampaikan dalam hadits ini adalah permisalan yang begitu jelas dan mudah dicerna. Hadits ini menunjukkan wajibnya kita menjauhi perkara syubhat supaya tidak membuat kita terjatuh pada keharaman.” (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 108).

Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk memiliki cahaya ilmu dan sikap wara’. Wallahul muwaffiq.




Kebenaran Adanya Hari akhir

 

Kebenaran Adanya Hari Akhir


Quraish Shihab dalam Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat menjelaskan, demi tegaknya keadilan, harus ada satu kehidupan baru di mana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing. 

Bukti Kebenaran Adanya Hari Akhir Menurut Alquran

Masih banyak umat yang tak sabar dan tidak sabar menunggu agar perhitungan, ganjaran dan balasan diadakan segera paling tidak di dunia ini. Namun, mereka sering kali lupa kalau hidup dan mati adalah sebuah ujian dari Allah SWT, seperti halnya ayat di bawah ini:

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ

(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67]: 2).

Ayat Al-Quran yang menjelaskan hakikat di atas, antara lain:

إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا تَسْعَىٰ

“Sesungguhnya saat (hari kiamat) akan datang. Aku dengan sengaja merahasiakan (waktu)-nya. Agar setiap jiwa diberi balasan (dan ganjaran) sesuai hasil usahanya.” (QS Thaha [20]: 15).

Tanda-tanda kiamat dalam ayat ini disebut sebagai tanda-tanda kiamat kubra (hari akhir). Dalam sebuah hadits di atas, Rasulullah memberikan tanda-tanda hari kiamat sebagai berikut:

1. Munculnya kabut (dukhan).

2. Munculnya Dajjal

3. Munculnya Dabbah Keempat,

4. Terbitnya matahari dari barat.

5. Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj Keenam,

6. Munculnya Isa bin Maryam

7. Adanya tiga gerhana di timur.

8. Adanya gerhana di barat.

9. Adanya gerhana di jazirah Arab.

10. Adanya api yang muncul dari Yaman kemudian menggiring manusia menuju tempat berkumpul.

Sudah sepatutnya kita semakin banyak beramal sholeh setelah mengetahui bukti kebenaran adanya hari akhir. Sebelum perhitungan amal itu tiba, mari memperbanyak pahala di dunia.(ANG)

Kerja Keras

 

Kerja Keras


Kerja keras adalah kegiatan kerja yang dilakukan seseorang secara sungguh-sungguh tanpa mengenal kata lelah dan menyerah hingga mencapai target yang sudah ditentukan. Seseorang yang bekerja keras seringkali disebut sebagai workaholic. Mereka akan terus berusaha dan bekerja keras dengan baik dan maksimal.

Kegiatan ini memiliki banyak manfaat untuk mengembangkan diri seseorang lebih baik lagi. Selain itu, seseorang yang bekerja keras memiliki ciri khas positif dan menonjol dibandingkan karyawan lainnya.

Ciri-Ciri Kerja Keras

Seseorang dengan kerja keras yang tinggi memiliki karakter yang cukup menonjol berkat segala perjuangan dan ketekunan yang mereka lakukan dalam pekerjaan.

Ada banyak ciri-ciri orang yang bisa dinilai sebagai pekerja keras, mulai dari bisa diandalkan hingga tekun dalam mengerjakan tugasnya, simak selengkapnya:

1. Memiliki Inisiatif Tinggi

Memiliki Inisiatif Tinggi
Sumber Gambar: Pexels

Orang yang bekerja keras akan memiliki inisiatif yang tinggi. Mereka akan mengerjakan hal yang bisa dilakukan terlebih dahulu, Toppers. Jika memiliki kesulitan, mereka akan aktif bertanya kepada rekan atau seniornya. Selain itu, seorang yang bekerja keras akan memiliki inisiatif tinggi untuk mengembangkan diri lebih baik lagi.

2. Pantang Menyerah

Pantang Menyerah
Sumber Gambar: Freepik

Untuk mencapai tujuan hidupmu, tentunya banyak rintangan dan masalah yang menghampiri. Seorang pekerja keras tidak akan menyerah dalam menghadapi masalah dan menuntaskannya hingga selesai. Mereka sudah paham bahwa menyerah bukanlah sebuah solusi melainkan menimbulkan masalah baru.

3. Menghargai Waktu

Menghargai Waktu
Sumber Gambar: Pexels

Ciri-ciri yang mudah terlihat dari orang yang bekerja keras adalah menghargai waktu. Seorang yang bekerja keras akan tepat waktu dan disiplin saat memenuhi janjinya. 

Banyak orang berpikir bahwa keterlambatan dalam waktu yang sebentar bukan sebuah masalah, namun bagi orang yang bekerja keras, keterlambatan akan menyia-nyiakan waktunya. Bagi mereka, waktu adalah emas untuk mengisi berbagai macam hal produktif.

4. Tekun

Tekun
Sumber Gambar: Pexels

Para pekerja keras tentunya akan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya dengan sangat tekun. Setiap perjuangan tidak didapatkan dengan instan, dengan sikap pantang menyerahnya mereka juga akan membuatnya tekun untuk mencapai tujuan dengan berbagai rintangan yang dihadapi.

5. Memiliki Motivasi

Memiliki Motivasi
Sumber Gambar: Pexels

Dengan ketekunan dan pantang menyerah, tentunya para pekerja keras memiliki motivasi sukses untuk diri mereka dan berusaha menjadi yang terbaik. Mereka akan bekerja untuk tujuan yang dimiliki. 

Saat lelah menghampiri, para pekerja keras akan mengumpulkan energi dan motivasi untuk kembali bangkit dan terus berusaha hingga selesai.

6. Bisa Mengatur Prioritas

Bisa Mengatur Prioritas
Sumber Gambar: Freepik

Saat berkomitmen dengan tujuan yang mereka inginkan. Seorang yang pekerja keras akan menentukan prioritas tentang berbagai macam hal yang akan mereka lakukan. Semua aktivitas orang pekerja keras selalu direncanakan dengan matang agar bisa selesai tepat waktu dan efisien.

Untuk mengatur prioritas, kamu harus mengatur jadwal kegiatan sehari-hari dan bertanggung jawab untuk menyelesaikannya tepat waktu.

7. Dapat Bekerja Sama

Bekerja Sama
Sumber Gambar: Freepik

Dengan sikap aktif dan mau bekerja sama, para pekerja keras memiliki inisiatif dan motivasi yang tinggi dalam mengerjakan segala tugasnya. Pekerjaan akan terasa lebih ringan dikerjakan bersama-sama untuk mencapai kebersamaan dalam kelompok.

8. Bisa Diandalkan

Bisa Diandalkan
Sumber Gambar: Pexels

Seseorang yang bekerja keras tentunya bisa diandalkan dalam pekerjaan. Mereka memiliki sikap yang profesional agar bisa membantu rekan kerjanya. Pekerja keras akan berusaha untuk membuat dirinya menjadi bermanfaat bagi orang banyak dalam pekerjaan dan juga lingkungan bermasyarakat.

9. Berusaha Mengevaluasi Diri

Mengevaluasi Diri
Sumber Gambar: Pexels

Manusia tidak ada yang sempurna, setiap insan memiliki kekurangan termasuk pada kekurangan dari pekerjaan yang kita lakukan. Setiap orang mengalami masalah ini, namun orang pekerja keras akan menyikapinya dengan mengevaluasi dirinya dan berusaha untuk memperbaiki kekurangannya agar bisa terus berkembang. 

Dengan memperbaiki diri secara konsisten, kesuksesan akan mudah untuk diraih.


Manfaat Kerja Keras

Manfaat Kerja Keras
Sumber Gambar: Freepik

Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Ketika kamu lelah untuk bekerja keras, cukup ingat manfaat yang bisa kamu dapatkan di waktu yang akan datang. 

Namun, kamu juga harus selalu mengingat kesehatanmu saat bekerja keras ya, Toppers! Berikut manfaat positif dari bekerja keras:

1. Menumbuhkan Sikap Kreatif dan Inovatif

Dengan bekerja keras, sikap kreatif dan inovatif akan muncul dalam dirimu untuk membangun bisnis dan pekerjaan yang kamu inginkan. Sikap ini akan muncul ketika kamu berhadapan dengan masalah di kantor atau tugas yang harus diselesaikan.

Sikap kreatif dan inovatif lahir didukung oleh orang yang bekerja keras, memiliki kemauan untuk maju, dan berkembang menjadi lebih baik lagi. 

2. Mau Belajar Hal Baru

Seorang pekerja keras akan memiliki keinginan mempelajari hal-hal baru untuk terus mengimprovisasi diri lebih baik lagi. Rasa ingin belajar ini akan menjadi santapan yang sangat manis untuk memperluas wawasan.

3. Membuka Peluang Kesuksesan

Semua perjuanganmu akan ada hasilnya. Jika kamu bekerja keras dan bersungguh-sungguh, maka peluang kesuksesanmu akan semakin terbuka lebar. Bekerja keraslah saat ingin mencapai impianmu agar menjadi orang yang sukses.

4. Menjadi Lebih Tangguh dan Mandiri

Dengan bekerja keras, kamu akan menjadi pribadi yang tangguh dan memiliki mental yang kuat. Dengan ketangguhanmu, rasa malas akan hilang dan kamu tetap untuk bekerja keras.

Selain itu, bekerja keras juga akan membuatmu menjadi pribadi yang mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.

5. Hidup Memiliki Rencana

Saat bekerja keras, tentunya hidupmu akan memiliki rencana yang baik dan lebih terarah. Kamu sudah memahami apa yang ingin kamu capai dengan bekerja keras agar bisa mendapatkannya kelak.


Adab Pergaulan

 

Adab Pergaulan

Dalam mengerjakan sesuatu ada adab yang harus diperhatikan. Termasuk dalam bergaul, baik dengan orang tua, guru, masyarakat, maupun sesama teman.

Adab erat kaitannya dengan akhlakul karimah atau perilaku yang mulia (terpuji). Dikutip dari buku bertajuk Berguru Adab Kepada Imam karya Malik Masykur, Lc, mayoritas ahli bahasa mengatakan adab adalah kepandaian dan ketepatan mengurus segala sesuatu.

Sementara itu, sebagian ulama berpendapat bahwa adab adalah suatu kata atau ucapan yang mengumpulkan segala perkara kebaikan di dalamnya.

Muhammad Awwamah dalam Adab al-Ikhtilaf fi Masail al-Ilmi wa ad-Din menjelaskan, adab mencakup segala keutamaan (fadhail) serta akhlak mulia. Dalam buku yang sama, Abu Zaid al-Anshari menyebutkan, adab lahir dari apa yang dikerjakan secara berulang. Dengan adab, manusia bisa mendapatkan keutamaan.

Makna adab juga dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan at Tirmidzi. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Jika seseorang mendidik anaknya (menjadikan anaknya beradab) maka itu lebih baik baginya daripada bersedekah setiap harinya setengah sha." (HR. at-Tirmidzi)

Sa'id al-Qahthani menukil perkataan Ibn Abdi al Barr, menjelaskan adab dalam bentuk syair sebagai berikut:

"Sebaik-baiknya yang diwariskan oleh para di antara mereka, adab yang baik dan nama yang terpuji. Hal itu lebih baik daripada tumpukan dinar dan berlembar-lembar kertas, kelak pada hari-hari yang berat dan meletihkan. Kedua urusan itu seolah tak lagi peduli kepada kedua, sebaliknya, adab yang shalih dan nama yang terpuji akan selalu membersamai mereka hingga hari perjumpaan kelak. Sesungguhnya pendidikan adab itu wahai anakku, boleh jadi ia dianggap sepele saat ini. Tapi kelak, ia adalah sesuatu yang sangat besar lagi dibutuhkan nantinya."

Salah satu adab yang diajarkan dalam Islam adalah adab pergaulan. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Akidah dan Akhlak kelas X oleh Thoyib Sah Saputra dan Wahyudin, berikut adab pergaulan sehari-hari sesuai ajaran Islam:

Adab terhadap Kedua Orang Tua

1. Menghormati dan memenuhi hak-hak orang tua.

2. Tidak berbuat durhaka kepada kedua orang tua.

3. Patuh kepada kedua orang tua dan mendoakannya.

4. Bersyukur (berterima kasih) kepada kedua orang tua.

5. Bergaul dengan santun terhadap kedua orang tua meskipun berbeda agama.

6. Meneruskan berbuat baik kepada kedua orang tua walaupun sudah meninggal.

Adab terhadap Guru

1. Mengagungkan dan menghormati guru.

2. Mengamalkan ilmu yang telah diberikan.

3. Berterima kasih kepada guru.

4. Menghormati guru di sekolah.

Adab terhadap Sesama Manusia

1. Mengucapkan salam ketika bertemu.

2. Memenuhi undangan, jika diundang.

3. Memberikan nasihat ketika diminta.

4. Menjenguk ketika sakit.

5. Mengantarkan jenazah sampai ke kubur.

6. Mendoakan yang bersin.

Adab Pergaulan Sesama Teman

1. Bergaul dengan perilaku yang baik dan menyenangkan.

2. Berteman dengan orang yang baik perilakunya karena Allah SWT.

3. Menyebarkan kedamaian dengan mengucapkan salam secara benar.

4. Saling menyapa atau menegur.

5. Meminta maaf dan memberi maaf jika ada kesalahan.

6. Berwajah ramah dengan memberi senyum.

7. Saling tolong-menolong.

Adab terhadap Masyarakat

1. Berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk dalam pergaulan.

2. Berperilaku jujur.

3. Lemah lembut dan kasih sayang.

4. Tidak ikut campur terhadap urusan orang lain.

Sahabat hikmah, itulah adab dalam pergaulan. Panduan tentang adab dalam bergaul juga dijelaskan dalam QS. Al Hujurat ayat 10 sebagai berikut:

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al Hujurat: 10).

Menuntut Ilmu

 

Menuntut Ilmu


Ilmu merupakan sebuah kunci akan segala kebaikan serta pengetahuan. Ilmu menjadi sebuah sarana untuk bisa menjalankan apa yang menjadi perintah Allah kepada kita. Tidak akan sempurna akan keimanan serta tak sempurna pula amal kecuali dengan keutamaan sebuah ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya juga hak Allah dijalankan, serta dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.

Hal ini yang sebuah membuat kebutuhan pada sebuah ilmu lebih besar serta dibandingkan kebutuhan pada makanan serta minuman, sebab pada keberlangsungan agama serta dunia bergantung dengan ilmu. Manusia akan lebih memerlukan ilmu daripada sebuah makanan juga minuman. Karena pada makanan dan juga minuman hanya dibutuhkan sebanyak dua hingga tiga kali sehari, sedangkan ilmu terus diperlukan pada setiap waktunya.

Sebagian dari antara kita mungkin bisa menganggap bahwa dalam hukum menuntut ilmu agama hanya sekadar sunnah, yang artinya akan mendapat pahala untuk mereka yang melakukannya serta tidak akan berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya.

Padahal ada terdapat banyak beberapa kondisi di mana dalam hukum menuntut ilmu agama adalah wajib untuk setiap Muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah untuk mereka orang yang meninggalkannya.

 

Pengertian Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu memiliki arti ikhtiar atau sebuah usaha dalam mempelajari sebuah ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat dengan tujuan agar ilmu tersebut dapat bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain.

Ilmu dunia berfungsi untuk memudahkan dalam hidup di dunia, sedangkan untuk ilmu akhirat sendiri dicari agar manusia dapat memiliki tuntutan serta tidak tersesat dalam sebuah kebatilan. Karena dalam manusia sejatinya tujuan akhirnya yaitu akhirat, serta untuk bisa mendapatkan akhirat tentu perlu harus belajar dalam ilmu agama.

Dari Abu Dzar radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai Abu Dzar, Sesungguhnya pada kepergianmu pagi hari untuk dapat mempelajari satu ayat dari kitab Allah itu lebih baik untuk mu dari pada kamu Shalat sebanyak seratus rakaat. Dan sesungguhnya dalam kepergianmu pada pagi hari untuk mempelajari satu bab dari sebuah ilmu, baik diamalkan maupun tidak, itu akan lebih baik untukmu daripada shalat seribu rakaat.”

 

Kewajiban Menuntut Ilmu 

Tidak sedikit ayat dalam Al Qur’an serta hadis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang mengutamakan wajibnya belajar. Bahkan dalam kedudukan orang yang sedang menuntut ilmu disamakan dengan orang yang sedang berjihad.

Mengutip dalam buku Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, coba perhatikan dalam wahyu pertama yang telah diturunkan Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam yang artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia juga yang telah menciptakan antara manusia dari segumpal darah. Bacalah, seta Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajarkan (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya,” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5).

Dalam ayat tersebut, ada sejumlah kata yang menguatkan perintah dalam belajar serta menuntut ilmu yaitu ‘Bacalah’, ‘Yang mengajar dengan pena’, serta ‘Mengajarkan apa yang tidak diketahui’. Menuntut ilmu tidak akan dibatasi untuk para laki-laki saja, karena para wanita pun memiliki hak yang sama dalam menuntut ilmu.

Seluruh gender, memiliki hak serta kewajiban karena sama-sama menjadi seorang khalifah maupun wakil Allah di muka bumi, sekaligus juga menjadi seorang hamba yang taat.

Sebagai seorang khalifah, tentu manusia akan membutuhkan ilmu untuk bisa menegakkan syariat Allah Subhanahu wata’ala. Demikian juga untuk sebagai hamba, memerlukan sebuah ilmu yang memadai supaya bisa jadi hamba (‘abid) yang baik serta taat.

Mustahil untuk menjadi khalifah tanpa sebuah ilmu pengetahuan yang cukup untuk bisa mengelola serta merekayasa kehidupan di bumi ini, maka dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Sebagai contoh, untuk shalat saja perlu dalam ilmu mencari kiblat, kemudian mencari waktu yang tepat kapan untuk menjalankan sholat lima waktu, juga ilmu dalam membangun masjid yang benar, serta membangun tempat wudhu yang baik, dan lainnya.

Tak ada sebuah batasan pada tempat serta waktu dalam proses mencari ilmu, bahkan terdapat sebuah ungkapan Arab yang menyebutkan ‘Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina’.

Islam tentunya juga mengajarkan ‘Menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga ke liang lahat’, maka belajarlah mulai kecil hingga akhir usia. Jangan merasa malu dalam belajar walaupun sudah berumur.

 

Hukum dalam Menuntut Ilmu 

Ilmu seperti apa yang harus dan wajib dipelajari oleh warga umat Islam? Tentu bukan sebuah ilmu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan dunia serta akhiratnya. Terdapat ilmu yang tidak wajib dipelajari, bahkan hukumnya haram serta berdosa bila dipelajari.

Untuk sebuah ilmu yang bermanfaat, maka dalam mempelajarinya akan memberikan sebuah konsekuensi pahala. 

Fardu kifayah

Hukum fardhu kifayah ini berlaku pada ilmu yang perlu ada pada kalangan umat Islam, agar tidak hanya kaum di luar Islam yang dapat menguasai ilmu tersebut.  Misalnya seperti ilmu kedokteran, ilmu falaq, perindustrian, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu nuklir, ilmu komputer, serta lainnya.

 

Fardu ‘Ain

Hukum ini akan berlaku bila ilmu yang dimaksud dilarang untuk ditinggalkan oleh para umat Islam pada segala situasi serta kondisi.  Sebagai contohnya, ilmu agama Islam, ilmu dalam mengenal Allah Subhanahu wata’ala dengan seluruh sifat-Nya, serta ilmu tata cara beribadah, serta yang terkait pada kewajiban sebagai muslim.

Adab menuntut ilmu dalam Islam

Selain memiliki beberapa keutamaan dalam menuntut ilmu, dalam Islam juga diajarkan bagaimana adab seseorang saat menuntut ilmu agar ilmu yang sedang ia pelajari dapat membawa banyak berkah bagi kehidupan. Seperti kata Imam Malik pada kaum Qurais yaitu sebagai berikut:

Artinya:

“Pelajarilah ilmu adab sebelum mempelajari sebuah ilmu”

Dalam pesan tersebut, dapat diketahui sangat penting saat mempelajari sebuah adabnya terlebih dahulu sebelum seseorang dapat dalam menuntut ilmu. Berikut ini merupakan adab-adab yang menuntut ilmu yang perlu kita ketahui:

 

  1. Niat Lillahi ta’ala.

Disaat kita hendak untuk menuntut sebuah ilmu, niat utama kita harus karena Allah. Seperti dalam firman Allah pada surah Al Bayyinah ayat 5:

Artinya:

“Padahal untuk mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan cara memurnikan ketaatan kepada-Nya saat (menjalankan) agama yang lurus, serta supaya mereka mendirikan shalat juga menunaikan zakat; serta yang demikian itulah agama yang lurus.”

 

  1. Selalu berdoa pada saat menuntut ilmu.

Seperti Nabi Muhammad yang sering kali berdoa dalam menuntut ilmu, sebagai berikut:

Artinya:

“Ya Allah, berikanlah manfaat atas apa yang Engkau ajarkan untukku, ajarilah aku dengan hal-hal yang bermanfaat untukku, serta tambahkanlah aku ilmu.”

 

  1. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Ketika dalam menuntut ilmu hendaknya kita bisa bersungguh-sungguh serta selalu antusias untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Tuntutlah atas ilmu seolah-olah tidak pernah kenyang atas seluruh ilmu yang didapatkan, hendaknya kita selalu berkeinginan terus untuk bisa menambah ilmu kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Terdapat dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu untuk orang yang rakus atas ilmu serta tidak pernah puas atasnya serta orang yang rakus dengan dunia juga tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)

 

  1. Menjauhi maksiat.

Artinya:

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang hamba yang melakukan sebuah kesalahan, maka akan dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya serta meminta ampun juga bertaubat, hatinya akan dibersihkan. Apabila kembali (berbuat maksiat), maka akan ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Hal tersebutlah yang diistilahkan dengan nama ‘ar raan’ yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu akan menutupi hati mereka’.”

Agar kita bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta penuh berkah, sehingga kita harus menjauhkan diri dari maksiat, karena maksiatlah yang akan membuat otak kita menjadi sulit untuk bisa berkonsentrasi sehingga ilmu yang kita tangkap ini akan sulit dipahami.

 

  1. Jangan sombong ketika menuntut ilmu.

Bila ingin mendapatkan sebuah ilmu yang bermanfaat, sebaik nya kita perlu rendah hati. Jangan merasa sombong apabila kita sudah merasa cukup dengan semua ilmu yang sudah kita miliki, seperti yang dikatakan Imam Mujahid seperti dibawah ini:

Artinya:

“Dua orang yang tidak belajar ilmu, yaitu orang pemalu serta orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)

 

  1. Memperhatikan guru ketika menuntut ilmu.

Artinya:

“Dan ketika dibacakan Al Quran, maka simaklah baik-baik, serta perhatikanlah dengan tenang supaya kamu mendapat rahmat.”

Menyimak dari ajaran guru maupun seseorang yang sedang mengajarkan ilmu kepada kita menjadi sebuah adab dalam menuntut ilmu. Jangan berbicara maupun melakukan hal lain yang tidak berhubungan sama sekali dengan alur pelajaran yang disampaikan ketika menuntut ilmu, maksudnya kita perlu fokus mendengarkan serta menyimak.

 

Keutamaan Menuntut Ilmu

Dalam Alquran sendiri, Allah SWT berfirman “Maka ketahuilah atas ilmu allah! Bahwasanya tidak ada AIlah (tuhan yang berhak untuk disembah dengan baik) kecuali Allah serta mohonlah ampunan terhadap seluruh dosa-dosamu …” (QS Muhammad: 19).

Maka dari itu, ada beberapa banyak keutamaan menuntut ilmu bagi semua orang orang yang bersungguh-sungguh saat mengerjakannya. Karena dalam memiliki keutamaan yang amat besar serta mulia, di antaranya keutamaan menuntut ilmu adalah

1. Ilmu adalah warisan para Nabi

Rasulullah SAW bersabda: “Dan dalam sesungguhnya Nabi – Nabi tidak pernah mewariskan uang emas serta tidak pula uang perak, namun untuk mereka yang telah mewariskan ilmu (ilmu syar’i) barang siapa yang telah mengambil atas warisan tersebut maka sesungguhnya ia sudah mengambil pada bagian yang banyak.” (HR Ahmad).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam keutamaan menuntut ilmu ini akan lebih tinggi daripada uang serta emas yang dalam sifat materi. Karena, ketika seseorang memiliki ilmu serta hingga mengajarkannya, maka dalam hal tersebut akan menjadi sebuah amal jariyah yang terus mengalir bahkan ketika orang tersebut sudah meninggal dunia.

 

2. Menuntut ilmu merupakan sebuah jalan menuju surga

Surga merupakan hal idaman bagi setiap muslim. Bahkan, ia pun menjadi sebuah janji dari Allah SWT bagi banyak amalan shalih yang banyak dilakukan oleh umat Islam. Sehingga, ketika Allah SWT menjadikan ilmu tersebut sebagai jalan utama menuju jalan surga, maka hal ini menunjukkan akan besarnya keutamaan dalam menuntut ilmu.

Hal tersebut juga sudah mendapatkan landasan syar’i, karena berdasarkan dalam sebuah hadis ketika Rasulullah SAW bersabda: “… Barang siapa yang meniti sebuah jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah juga akan memudahkan baginya untuk jalan menuju surga…” (HR Ahmad).

 

3. Allah SWT Akan Meninggikan Derajat

Terkait dalam keutamaan sebuah menuntut ilmu satu ini, dalam Alquran sendiri Allah SWT akan berfirman: “Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kalian serta orang-orang yang diberi ilmu sebanyak beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11).

Mengenai tafsiran atau arti dalam ayat ini, Imam Syaukani berkata: “Dan makna ayat ini bahwasanya Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dari orang-orang yang tidak beriman, serta mengangkat beberapa derajat bagi orang-orang yang berilmu (serta beriman) dari orang-orang yang hanya dengan beriman. Maka barang siapa yang menggabungkan antara iman serta ilmu maka Allah akan mengangkatnya beberapa derajat atas imannya, lalu Allah mengangkat derajatnya atas seluruh ilmunya.”

 

4. Allah SWT Ingin Memberi Kebaikan

Menjadi keutamaan menuntut ilmu selanjutnya, terkait hal ini dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah akan menjadikannya paham akan agamanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menafsirkan: “Mafhum (makna tersirat) dari hadits ini bahwasanya orang yang tidak memahami agamanya berarti orang itu termasuk orang yang tidak dikehendaki kebaikan oleh Allah dan kami mohon perlindungan kepada Allah dari hal yang seperti itu.”

 

5. Manfaat yang akan terus mengalir walaupun sudah meninggal

Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak serta cucu Adam meninggal dunia, maka akan terputuslah amalannya kecuali dengan tiga jalur: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak shalih yang senantiasa akan mendoakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Siapa yang tidak ingin terus menerus untuk bisa mendapatkan pahala walaupun telah meninggal dunia. Hal tersebut akan didapatkan oleh orang yang telah bersungguh-sungguh saat menuntut ilmu. Karena, ilmu tersebut tidak hanya bermanfaat untuk dirinya, namun juga berpengaruh untuk orang lain.

 

Keutamaan dalam ilmu ini sebaiknya bisa sebab untuk para setiap Muslim senantiasa bersemangat serta bersungguh-sungguh dalam perjalanan menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji juga mengatakan, bahwa dalam antara hal yang penting pada menuntut ilmu yang perlu diperhatikan yaitu fil jiddi atau kesungguhannnya. Apabila sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberi keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al jiddu), yang juga perlu diiringi dengan sebuah sikap kesungguhan yang kemudian terus menerus (al muwazobah) serta komitmen (al muzallimah) atas menuntut ilmu. Tiga sikap tersebut harus terus ada dalam diri seorang pelajar serta berjalan beriringan, tidak dapat hanya menjalani salah satunya saja.

Wajib untuk setiap pelajar, yang bersungguh-sungguh, terus menerus, serta komitmen, tidak berhenti jika tujuannya dalam menuntut ilmu dapat tercapai. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Maryam: 12 yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab itu dengan kuat”, serta dalam QS Al Ankabut: 69 yang pada artinya, “Dan pada orang-orang berjuang, untuk bisa mencari keridhaan Kami, niscaya Kami akan tunjukkan mereka jalan-jalan menuju kita”.

Diucapkan Az Zarnuji, barangsiapa yang sudah mencari sesuatu serta dilakukannya dengan sikap sungguh-sungguh, pasti mereka akan mendapatkannya. Serta barangsiapa yang mengetuk pintu secara terus menerus, pasti bisa masuk. Dikatakannya pula, bahwa dengan sesuai kesungguhannya, seseorang pasti akan bisa mendapatkan apa yang menjadi harapannya.

Dalam makna kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan dalam kesulitan yang dihadapi seseorang akan bisa selesai dalam kesungguhan, terutama ketika kesulitan yang sudah dihadapi saat proses belajar. Allah akan bisa memberikan pertolongan pada seseorang bila Allah menghendaki. Kesulitan bisa selesai dengan kesungguhan menjadi sebuah anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala serta dalam kekuasaan-Nya.

Kesungguhan di dalam belajar serta memperdalam sebuah ilmu bukan hanya dari sebbuah pelajar semata namun dalam kesungguhan ini juga diperlukan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, serta orang tua. Apabila murid, guru, serta orang tua sungguh-sungguh, insya Allah hal tersebut akan berhasil, kesulitan menuntut ilmu, dalam belajar akan bisa selesai.

Manusia yang diperintahkan Allah untuk belajar serta menuntut ilmu. Hanya saja memang kualitas terhadap akal manusia itu dengan kapasitas yang berbeda-beda. Kesungguhan inilah yang menjadi sebuah kunci. Dengan kesungguhan tersebut, sesuatu yang sulit itu akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.